DOGMATISME DAN TRADISIONALISME MASONIK

DOGMATISME DAN TRADISIONALISME MASONIK


Dogmatisme artinya secara membuta dan tanpa henti mendukung suatu pandangan yang tanpa
bukti kesahihannya, oleh karena kecenderungan psikologis tertentu. Seorang dogmatis tidak menyelidiki
atau memikirkan ulang sesuatu yang dipercayainya ada atau tidak ada buktinya. Dia menerima hal itu
sepenuhnya dan bersikukuh meyakininya.
Kaum Mason dan kelompok-kelompok antiagama lainnya yang biasa menggunakan istilah
“dogmatis” untuk menyebut mereka yang memercayai Tuhan. Kita seringkali menemukan tuduhan ini
sekarang. Misalnya, di dalam sebuah debat tentang teori evolusi, pihak evolusionis mungkin akan
menuduh mereka yang tidak menerima teori itu sebagai dogmatis, dan menyatakan diri mereka ilmiah
dengan mempertahankan bahwa sains tidak punya kepentingan dengan “dogma-dogma”.
Namun, tuduhan ini keliru. Kepercayaan akan keberadaan Tuhan, dan bahwa Dia menciptakan
segala sesuatu, adalah keyakinan yang didukung oleh banyak bukti ilmiah dan rasional. Ada
keseimbangan, keteraturan, dan desain di alam, dan jelas bahwa ini dibangun secara cerdas dan dengan
sengaja.
Karena itulah Al Quran menyeru manusia untuk menemukan tanda-tanda kebesaran Allah, dan
mengajak mereka memikirkan keseimbangan, keteraturan, dan desain ini. Pada banyak ayat mereka disuruh untuk memikirkan bukti-bukti keberadaan Allah di langit dan di bumi. Bukti-bukti yang
ditunjukkan di dalam Al Quran tersebut tidak hanya keseimbangan dan keteraturan di alam semesta,
tetapi juga fenomena semacam kesesuaian dunia untuk kehidupan manusia, desain pada tumbuhan dan
hewan, desain pada tubuh manusia, dan kualitas spiritual manusia, yang semuanya telah dibenarkan oleh
sains modern. (Untuk perincian, lihat buku-buku Harun Yahya Mengenal Allah Lewat Akal, Penciptaan
Alam Raya, Darwinisme Terbantahkan, Menyingkap Rahasia Alam Semesta, Desain di Alam).
Sebaliknya, dogmatisme adalah ciri dari mereka yang menolak untuk mempertimbangkan hal-hal
ini, dan menolak Tuhan sembari terus mempertahankan pandangan bahwa alam semesta ada dengan
sendirinya dan bahwa makhluk hidup muncul dari peristiwa kebetulan. Kaum Mason adalah contoh
nyata dari cara pandang ini. Walaupun bukti-bukti keberadaan Allah begitu jelasnya, mereka lebih suka
untuk mengabaikan dan menolaknya demi filosofi humanis dan materialis.
Di dalam Al Quran, Allah menyebutkan mereka yang bermentalitas demikian:

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu
nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang keesaan Allah
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan Allah." Mereka
menjawab, "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya." Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun setan
itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. Luqman, 31: 20-21)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang tak bertuhan, “memperdebatkan tentang Tuhan”
walaupun mereka melihat bukti-bukti tentang-Nya. Artinya, mereka berperang melawan agama-Nya.
Penyebabnya adalah orang-orang tak bertuhan ini mengikuti apa mereka dapati dilakukan oleh nenek
moyang mereka, artinya, mereka terperosok ke dalam tradisionalisme buta.
Jelaslah, bahwa tradisionalisme dengan tepat mendefinisikan sejarah dan filosofi Masonry.
Memang, tradisionalisme adalah kata yang pas untuk menggambarkan Masonry karena ia tidak
lebih dari sebuah “organisasi tradisi”, yang akarnya merentang hingga ribuan tahun ke masyarakat-masyarakat pagan awal. Masonry dengan membuta mengikuti tradisi-tradisi Mesir Kuno dari para
fir’aun dan tukang-tukang sihirnya, para filsuf materialis Yunani Kuno, Hermetisme, Kabbalah, para
Templar, Rosicrucian, dan kaum Mason sebelum mereka.
Tradisionalisme ini penting untuk dikenali. Pada loge Masonik modern masih digunakan berbagai
legenda, simbol, dan kata-kata yang telah berumur ribuan tahun. Walau pada kenyataannya hampir
semua Mason berpendidikan tinggi, dan menduduki posisi-posisi tertinggi di masyarakat, mereka
menyelenggarakan upacara-upacara di mana mereka memegang pedang berkilat dan tengkorak,
menggumamkan kata-kata Mesir Kuno, berdiri di hadapan tiang-tiang bermodel kuil-kuil Mesir Kuno
dengan mengenakan jubah perak, sarung tangan putih dan bahkan pakaian-pakaian yang lebih aneh lagi,
dan mengangkat sumpah. Jika seseorang yang tidak mengetahui apa pun tentang Masonry dibawa ke
loge ini, mungkin dia akan mengira sedang mengunjungi sebuah pentas film komedi, dan boleh jadi tidak sanggup menahan tawa menyaksikan kaum Mason di tengah upacara inisiasi, dengan mata tertutup
rapat, tali di sekeliling lehernya, dan berjalan dengan satu kaki telanjang. Namun, kaum Masonry, yang
hidup di dalam dunia rahasia mereka, menganggap upacara-upacara aneh ini sangat normal, dan
mendapatkan kepuasan psikologis dalam suasana mistis loge mereka. Setelah berbagai upacara ini,
mereka duduk dan berbincang-bincang sesamanya tentang keyakinan mereka bahwa “atom memiliki
jiwa dan berkumpul membentuk makhluk hidup”, bahwa “dunia mencapai keseimbangannya karena
kecerdasan yang tersembunyi di dalam magma”, atau bahwa “Ibu Alam telah menciptakan kita dengan
begitu sempurna” serta mitos-mitos lainnya. Keseluruhan permainan ini dipanggungkan hanya untuk
melestarikan tradisi, dan begitu jelas tanpa logika sama sekali sehingga menakjubkan bahwa sistem
semacam itu dapat terus bertahan hidup dan dipertahankan.
Keterikatan buta kaum Mason akan tradisi mereka jelas menunjukkan keutamaan yang mereka
berikan kepada gagasan tentang “landmark”. Landmark adalah sebuah tempat atau objek yang
melambangkan sesuatu yang memiliki arti atau kepentingan historis. Di dalam bahasa Masonik,
landmark adalah peraturan-peraturan yang telah diturunkan tanpa perubahan sejak berdirinya organisasi
itu. Mengapa tidak berubah? Kaum Mason memberikan penjelasan yang menarik. Sebuah artikel yang
terbit di Mimar Sinan pada tahun 1992 menyebutkan:
Landmark Masonry adalah hukum-hukum yang sangat tua yang telah diteruskan dari masa ke
masa dan generasi ke generasi. Tidak seorang pun tahu kapan munculnya dan tidak seorang pun berhak
mengubah atau membatalkannya. Landmark itu adalah hukum-hukum masyarakat yang tertulis dan
tidak tertulis. Hukum-hukum yang tidak tertulis dapat dipelajari hanya dari berbagai ritual dan upacara
loge. Ada enam hukum tertulis yang dapat ditemukan dengan nama “Kewajiban Freemason” yang
pertama kali diterbitkan dalam Konstitusi Inggris tahun 1723.
Mari kita kaji kata-kata di atas lebih saksama: Ada sebuah organisasi bernama Masonry. Anggota
organisasi ini selama berabad-abad telah menaati sejumlah hukum yang asal usulnya tidak diketahui.
Lebih jauh lagi, mereka bersikeras bahwa tidak seorang pun dapat mengubah hukum-hukum ini. Tidak
seorang pun dari mereka yang maju untuk mempertanyakan mengapa mereka mengikutinya!... Dan,
demi menaati hukum-hukum ini, mereka siap sedia mengabaikan penemuan-penemuan sains dan
kesimpulan logis mereka. Dapatkah masyarakat seperti itu mengikuti jalan "logika" dan "sains"?
Bagian lain dari artikel yang dikutipkan di atas, menyatakan secara harfiah bahwa seorang Mason
harus mematuhi hukum-hukum tersebut tanpa bertanya:
Menurut pendapat saya, landmark adalah semacam bagian Masonry masa lalu yang saya tak
pernah ingin tahu tentang asal usulnya, baik di loge maupun dalam aktivitas saya sebagai seorang
freemason. Saya tidak tahan untuk menganalisa mengapa saya merasa demikian tetapi saya kira jika
struktur Freemasonry tidak diubah, maka ia akan bertahan…. Saya menjalaninya tanpa perlu upaya
khusus apa pun.
Bagaimana mungkin sebuah organisasi memunyai pengikut-pengikut yang memercayai dan
mematuhi hukum-hukum yang tidak mereka ingin tahu asal usulnya dapat dipandang masuk akal?...
Sudah tentu, klaim Masonry sebagai masuk akal dan ilmiah adalah kosong belaka. Seperti para
materialis lainnya, walaupun senantiasa menggunakan istilah-istilah logika dan sains, mereka pun
dengan teguh mempertahankan sebuah filosofi yang tidak punya dukungan logis ataupun ilmiah, dan
berpaling dari fakta-fakta yang telah ditemukan sains. Pada dasarnya, yang membawa para Mason ke dalam kesalahan seperti itu, atau mengguna-guna mereka, adalah keterikatan yang membuta akan tradisi
mereka.
Ini menunjukkan bahwa ajaran Masonry bersifat memerdayakan. Ia menjauhkan manusia dari
kepercayaan akan Tuhan mereka, menjerumuskan mereka ke dalam takhyul dengan mengikuti berbagai
hukum, mitos, dan legenda kosong. Apa yang dikatakan Al Quran tentang kaum pagan di Saba, yang
mengingkari Allah untuk menundukkan diri kepada Matahari, juga berlaku bagi Masonry: “Setan telah
menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka
dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk…..” (QS. An-Naml, 27: 24). Kaum Mason
mengingkari agama Allah demi sebuah doktrin yang ketinggalan zaman yang mereka kembangkan
dengan berbagai simbol dan unsur mistis. Lebih jauh lagi, tidak cukup hanya dengan mengingkari Tuhan, mereka memerangi agama-Nya, sebuah pertarungan yang telah mereka lakukan sejak lama.

http://www.harunyahya.com

This entry was posted in

Leave a Reply