Iman & ‘ Tak perlu ‘ Amal Sholeh


Sebagai seorang Muslim ketika berdiskusi dengan seorang Kristiani hendaknya banyak-banyak menahan nafas dan bersabar. Karena banyak ayat yang dijadikan dalih sebagai landasan penguat akidah mereka yang bertentangan dengan akal sehat. Apalagi jika kita merujuk pada Kitab Perjanjian Baru ( PB ), kita akan menyaksikan betapa hamper keseluruhan ayat didalam surat-surat ‘Rasul’ Paulus berisiskan tentang bantahannya akan ke-Muhkamat-an sebuah ayat. Hampir semua ayat menurut ‘Rasul’ Paulus tidaklah dimaknai secara hurufiah melainkan dengan penafsiran. Namun demikian, penafsiran semacam apakah yang dibentuk ‘Rasul’ Paulus dalam surat-suratnya yang dikukuhkan sebagai KItab Suci dan kemudian diagungkan melebihi ucapan Yesus dalam Kitab PB yang empat ( Matius, Lukas, Markus & Yohanes ) dan juga ‘ucapan’ Musa dalam Taurat yang nyata-nyata ‘rasul’ Paulus hidup berdasarkan hukum-hukum yang terdapat didalamnya?

Salah satu penafsiran yang paling EXTRIM dan menjadi pondasi akidah umat Kristiani yang darinya menmgalirkan penafsiran-penafsiran sebagai sebuah mata air bias saya katakan berada  pada Kitab Roma 3 : 28 yang berbunyi :

Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.

kita sebagai Muslim yang terdidik dan terbiasa dengan rumusan Iman + Amal akan tercengang dan mengheningkan cipta….. bagaimana mungkin sebuah Agama atau bagi yang mengerti, Dien berlandaskan hanya berupa ke-Iman-an tanpa melakukan amal perbuatan yang mana tercantum dalam Kitab Suci yang kita akui keberadaannya? Lain soal jika kita adalah seorang Atheis, kita tidak perlu mematuhi peraturan apapun karena seorang Atheis tidak mau diatur kecuali berdasarkan nafsu dirinya sendiri. Tapi bagi seorang beragama yang mengaku pada Tuhan dan memiliki Kitab yang diakui Suci apakah pantas jika kita mengabaikan segala hukum yang tercantum didalamnya? Lantas apa artinya kita beragama? Kita sebagai Muslim sungguh tidak akan habis pikir bagaimana Agama atau dengan bahasa yang sebenarnya Dien ini diartikan. Padahal Dien itu bukanlah sekedar bermakna ‘kepercayaan’ melainkan bermakna sebuah tata cara kehidupan yang mempunyai syariat atau cara-cara tertentu yang berlandaskan apa-apa yang dikehendaki Tuhan sebagai Pencipta didalam apa yang dinamakan Kitab Suci.

Dalam Kitab roma 3 : 21-25

(21) Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, (22) yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.

Dari sini kita dapat mengerti mengapa umat Kristiani tidak mengenal ‘pahala’. Tidak perlu bersusah payah dalam beramal sholeh atau melaksanakan Hukum-hukum baik yang berada dalam Kitab Perjanjian Lama ( PL) maupun Kitab Perjanjian Baru ( PB ). Tidak perlu ‘menyiksa’ diri dengan berpuasa, tidak perlu merendahkan diri dengan bersujud, tidak merasa bersalah jika melakukan riba, tidak perlu bangun di tengah malam untuk bermunajat, berdoa memohon ampunan apalagi sampai meneteskan air mata segala, karena… semua orang yang berdosa telah ditebus dosanya dengan Cuma-Cuma ( gratis, gak pake bayar! )yang dituntut hanyalah IMAN atau PERCAYA kepada Yesus yang telah mengorbankan ‘darah-Nya’ bagi ‘kemaslahatan’ hamba-Nya…..

Penafsiran-penafsiran ‘Rasul’ Paulus yang ia tulis dalam surat-suratnya sebenarnya sangat berbahaya dampaknya bagi kepatuhan mereka pada Yesus sendiri dalam Kitab PB maupun Hukum Taurat dalam Kitab PL, tapi anehnya umat Kristiani lebih mematuhinya. Saya hanya akan mengambil satu contoh dari surat ‘Rasul’ Paulus dalam Roma 2 : 28-29

(28) Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. (29) Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.

Dalam hal ini ia menafsirkan dari Ulangan 30 : 6

Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup.

Keduanya mempunyai kata clue yang sama yaitu SUNAT sebagai  ‘penyunatan’  atau ‘pemotongan’, pembersihan didalam hati, secara rohani. Namun apakah kata SUNAT hanya diartikan sebagai hal itu saja atau kata SUNAT itu malah diartikan sendiri dalam sebuah ayat. Atau kalau kita merujuk pada Al Qur’an, kita akan merujuk pada ayat Muhkamat ( jelas maknanya, maksudnya tanpa perlu ditafsir lagi ). Marilah kita bandingkan dengan Kejadian 17 : 10-11

 (10) Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; (11) haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.

Kita dapat melihat bahwa yang dimaksud SUNAT dalam ayat ini adalah memang benar-benar bermaksud ‘disunat’ yaitu DIKERAT KULIT KHATANNYA.
Ayat yang sungguh jelas ini ditafsirkan oleh ‘Rasul’ Paulus dengan ayat yang ‘sambungannya’ berbeda.

Itu hanyalah salah satu contoh saja, betapa ‘jeniusnya’ seorang ‘Rasul besar’ menafsirkan sebuah ayat. Tentu saja terdapat lebih banyak lagi penafsirannya yang Extrim. Namun yang menjadi focus pembahasan disini adalah bagaimana penafsiran seorang ‘Rasul’ Paulus bias menundukkan perkataan Musa dalam Hukum Taurat bahkan perkataan ‘Tuhan’nya sendiri dalam PB yang tercantum dalam kitab empat. Bagaimanapun cara kita menjelaskan pada umat Kristiani dengan berbagai dalih dalam KItab mereka sendiri mereka pasti akan merujuk kembali pada ‘ayat agung’ Roma 3 : 28. Walaupunkita sudah menyodorkan Matius 5 : 17-19

(17) Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.

Kehadapan mereka, mereka tetap berpaling. Mereka ingkari perkataan ‘Tuhan’nya sendiri…..
Jika kita mengumpamakan Roma 3 : 28 ini sebagai sebuah ‘Hadist’, maka bisa kita katakan bahwa hadist ini Maudhu, Matruk, Munkar karena terdapat banyak ‘Ayat’ atau ‘Hadist’ yang bertentangan dengannya.

Ulangan 28 : 1

Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.

Mazmur 89 : 31-32

(31) jika ketetapan-Ku mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintah-Ku, (32) maka Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan

Pengkhotbah 12 : 13

Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.

Tapi kita tidak perlu merasa gundah gulana pada ‘si ahli tafsir’ ini. Karena bukan hanya kita sebagai umat Muslim yang dibuat mendidih darahnya dikarenakan ‘Hadist’ dalam Roma 3 : 28 ini. Karena Yakobus, adik sekaligus murid Yesus sendiri sangat luar biasa murka pada si orang ‘bebal’ satu ini…

Yakobus 2 : 14, 20, 22, 24, 26

 (14) Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

(20) Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?

(22) Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.

(24) Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

(26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.

Hal ini sesuai dengan sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam As-Sunnah yang bersumber dari Imam Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Iman dan Amal merupakan dua saudara yang bersekutu (berhubungan) dalam satu ikatan. Allah Swt tidak menerima salah satunya kecuali bersama temannya.” Hadis ini oleh Jalaluddin As-Suyuti dinilai hasan. Demikian dijelaskannya dalam Jami’us Shaghir. Secara lebih tegas lagi, diriwayat yang berbeda Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. Hadis tersebut berbunyi, “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman.”

“  Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.  “
( Al-Bayyinah : 7 )

“ Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), ”
( Thaahaa: 75 )


Leave a Reply