Yesus Juru Selamat Bangsa Israel

Yesus Juru Selamat Bangsa Israel
Kepada siapakah sebetulnya Yesus diutus oleh Allah? Dalam Injil Yohannes 20: ayat 21, Yesus bersabda: “Sama seperti Bapa mengutus AKU, demikian juka sekarang AKU mengutus kamu.” Luas perutusan Yesus kepada murid-murid-NYA adalah sama dengan luas perutusan yang diterima oleh Yesus dari Bapa. Jadi tidak mungkin Yesus mengutus murid-murid-Nya lebih luas dari perutusan-Nya sendiri yang diterima-Nya dari Bapa. Yesus dalam salah satu sabda-Nya pernah. bersabda bahwa Dia diutus hanya kepada domba hilang dari Bangsa Israeli.

Rupanya Yesus-pun mengutus murid-murid-Nya hanya kepada Bangsa Israel saja. “Janganlah kamu menyimpang ke jalan Bangsa lain atau masuks ke dalam kota orang Samaria melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari pada Umat Israel” (Mateus 10: 5-6).

Bahwa Yesus adalah Utusan Allah khusus untuk Bangsa Israel, menjadi lebih jelas lagi, ketika beliau menegaskan bahwa para murid-Nya yang berjumlah 12 orang itu akan duduk pada 12 tahta untuk mengadili orang Yahudi. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu pencitaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di tahta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku akan duduk juga di atas dua belas tahta untuk menghakimi dua belas suku Israel” (Mateus 19:28).

Bagaimana ciri, Juru Selamat dunia yang dijanjikan oleh Allah? Juru Selamat itu bukan hanya diutus untuk sesuatu bangsa tertentu saja, akan tetapi haruslah dimaksudkan untuk seluruh Bangsa. Yang kepadanya bangsa-bangsa akan berharap, Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa (semua bangsa), bukan hanya kepada satu bangsa tertentu saja. Untuk ini maka Nabi Yesaya, tokoh Perjanjian Lama yang terkenal meramalkan: “Lihatlah, itu Hamba-KU yang KU-pilih, yang Ku-kasihi yang kepadanya jiwa-KU berkenan; Aku akan menaruh roh-KU keatas-Nya, dan ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa” (Mateus 12: 18). “Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap” (Mateus 12: 21).

Sabda Yesus yang perlu juga kita perhatikan adalah yang tercantum dalam Injil Mateus 10:41: “Barang siapa yang menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima ubah nabi, dan barang siapa yang menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah sebagai orang benar.”

Kita kembali kepada pertanyaan pada pasal-pasal yang lalu:
Siapakah Penolong yang dijanjikan oleh Yesus yang akan datang sesudah Yesus? Tentu seorang nabi, karena jelas bukan Paulus? Sekarang pertanyaan kita: “Siapakah nabi itu?” Kita belum tahu, tetapi pasti harus seorang nabi, utusan Allah.

Yesus memang Juru Selamat, tetapi seperti apa yang pernah ditandaskan-Nya sendiri bahwa beliau datang untuk domba bangsa Israel yang hilang. Kalau Yesus sudah memberikan pertanyaan tentang dirinya dan murid-murid-Nya begitu jelas, apakah kita harus berkata bahwa Yesus dikirim Allah untuk semua bangsa? Dengan menyatakan hal itu maka berarti bahwa kita tidak menaruh hormat kepada beliau, baik selaku pribadi maupun selaku Nabi Allah yang besar. Kalau Yesus sendiri lebih senang memakai predikat: “Anak manusia,” mengapa kita harus memaksakan dengan mengatakan bahwa beliau adalah:

“Anak Allah?” Apakah Yesus sendiri tidak akan marah kalau diri-Nya disebut dengan cara yang tidak benar, walaupun predikat yang kita berikan kepadanya lebih tinggi?

Pernah pada suatu waktu Bapak Presiden Soeharto begitu marah sekali ketika majalah “POP” menulis tentang silsilahnya dimana dikatakan bahwa sesungguhnya beliau adalah keturunan bangsawan, keturunan kraton. Artikel semacam itu kemudian dibantah sendiri oleh beliau, bahkan dianggap sebagai penghinaan; dalam kesempatan itu beliau menandaskan bahwa beliau hanya seorang anak petani biasa.

Dengan menyebut Yesus sebagai Anak Allah, kita telah berbuat kesalahan yang besar, sebab Yesus sendiri tidak pernah menyatakan bahwa Dia adalah Anak Allah, bahkan sebutan itu ternyata berlaku untuk semua orang yang membawa damai seperti yang pernah kita singgung pada bab pertama tentang TRINITAS. Dengan menyebut sesuatu yang tidak benar yang menyimpang dari apa yang dikatakan Yesus sendiri berarti kita tidak menyambut Yesus sebagai Nabi Allah yang benar.

Dan apakah Umat Kristen telah menyambut Utusan Allah sesudah Yesus dengan benar? Apakah Muhammad itu utusan Allah? Apakah ada bukti-bukti kenabian melekat pada diri beliau? Apakah Yesus juga menyebut hal itu? Semoga pasal yang terakhir dan uraian kami akan dapat menjawab pertanyaan di atas. Mungkin jawaban yang akan diperoleh tidak begitu memuaskan pada saat permulaan tetapi jika Saudara mau merenungkan, dan lebih-lebih mempelajari dari buku-buku yang bobot ilmlyahnya lebih tinggi dari ini; kami percaya bahwa Saudara akan
mempunyai kepuasan yang Saudara harapkan. Semoga.

Yohannes Baptista Sariyanto Siswosoebroto

Leave a Reply