ZAMAN PENCERAHAN DAN KEBANGKITAN MITOS EVOLUSI

ZAMAN PENCERAHAN DAN KEBANGKITAN MITOS EVOLUSI


Gagasan materialis dan evolusionis dari organisasi Masonik semacam Rosicrucian atau Ikhwan
as-Safa yang diungkapkan secara rahasia, namun paling sering secara simbolis, menjadi lebih terbuka
begitu kekuatan sosial Gereja Katolik melemah di Eropa. Akibatnya, ajaran-ajaran pagan ini, yang
berada di bawah tanah selama 1000 tahun oleh karena dominasi politis dan intelektual agama Kristen,
menjadi mode lagi di tengah-tengah para pemikir Eropa abad ketujuh belas dan delapan belas.
Periode ketika pemikiran materialis dan evolusionis mendapatkan penerimaan luas di masyarakat
Eropa, dan memengaruhinya agar menjauhkan diri dari agama dikenal sebagai Zaman Pencerahan.
Sudah barang tentu, mereka yang memilih kata ini (yakni mereka yang menganggap positif perubahan
pemikiran ini bagaikan perpindahan menuju cahaya) adalah para pemimpin penyimpangan ini. Mereka
menggambarkan periode sebelumnya sebagai “Abad Kegelapan” dan menyalahkan agama sebagai
penyebabnya. Mereka mengklaim Eropa menjadi tercerahkan ketika dilakukan sekularisasi dan
dijauhkan dari agama. Sudut pandang yang bias dan palsu ini sampai hari ini masih menjadi salah satu
mekanisme propaganda utama bagi mereka yang menentang agama.
Memang benar bahwa agama Kristen abad pertengahan sebagiannya “gelap” dengan takhyul dan
kefanatikan, dan hampir semuanya telah dibersihkan pada pascaabad pertengahan. Nyatanya, Zaman
Pencerahan pun tidak membawa banyak hasil positif bagi Barat. Hasil terpenting dari Zaman
Pencerahan, yang terjadi di Prancis, adalah Revolusi Prancis, yang mengubah negara itu menjadi lautan
darah. Hari ini literatur yang dipengaruhi Pencerahan memuji Revolusi Prancis; namun, Revolusi
banyak membebani Prancis dan ikut berperan atas terjadinya konflik sosial yang berlanjut hingga ke
abad kedua puluh. Analisis tentang Revolusi Prancis dan Pencerahan oleh pemikir Inggris terkenal,
Edmund Burke, sangat informatif. Dalam bukunya yang terkenal, Reflection on the Revolution in
France, yang terbit pada tahun 1790, ia mengkritik baik gagasan Pencerahan maupun buahnya, Revolusi
Prancis. Menurutnya, gerakan itu menghancurkan nilai-nilai dasar yang menyatukan masyarakat, seperti
agama, moralitas, dan struktur keluarga, serta melempangkan jalan menuju teror dan anarki. Akhirnya,
dia memandang Pencerahan, sebagaimana disitir seorang penafsir, sebagai sebuah “gerakan destruktif
kecerdasan manusia.”
Para pemimpin gerakan destruktif ini adalah pengikut Masonry. Voltaire, Diderot, Montesquieu,
dan pemikir-pemikir antiagama lain yang mempersiapkan jalan ke Revolusi, semuanya pengikut
Masonry. Kaum Mason akrab dengan para Jacobin yang memimpin Revolusi. Hal ini membuat sebagian
sejarawan berpendapat bahwa sulit untuk membedakan antara ajaran Jacobin dan Masonry pada periode
ini. (Lihat Ordo Masonik Baru karya Harun Yahya).
Selama Revolusi Prancis, banyak kekerasan yang ditujukan terhadap agama. Banyak pastor dikirim ke guillotine, banyak gereja dihancurkan, dan lebih jauh lagi, ada sejumlah orang yang hendak
menghapuskan agama Kristen sama sekali dan menggantikannya dengan sebuah agama yang bersifat simbolik, pagan, dan menyimpang yang disebut “Agama Akal Budi”. Para pemimpin Revolusi juga
menjadi korban dari kegilaan ini, satu per satu dari mereka akhirnya terpenggal kepalanya di bawah
pisau guillotine, yang telah mereka sendiri gunakan untuk menghukum begitu banyak orang. Bahkan
hari ini, banyak orang Prancis yang terus mempertanyakan apakah revolusi itu baik atau tidak.
Sentimen antiagama pada Revolusi Prancis menyebar ke seluruh Eropa dan, sebagai hasilnya, abad kesembilan belas menjadi salah satu periode propaganda antiagama yang paling berani dan paling agresif. Oleh karena itu, proses ini memungkinkan munculnya gagasan-gagasan materialis dan
evolusionis ke permukaan , setelah bergerak di bawah tanah selama berabad-abad dengan menggunakan
berbagai simbol. Para materialis seperti Diderot dan Baron d'Holbach mengangkat bendera antiagama,
sementara mitos evolusi dari mitos Yunani Kuno diperkenalkan kepada kalangan ilmiah.

ERASMUS DARWIN

Mereka yang secara umum dianggap sebagai pendiri teori evolusi adalah ahli biologi Prancis Jean
Lamarc dan ahli biologi Inggris Charles Darwin. Menurut kisah klasik, Lamarc pertama kali
mengajukan teori evolusi, namun ia melakukan kesalahan dengan melandaskannya pada pewarisan sifatsifat yang dibutuhkan. Di kemudian hari, Darwin mengajukan teori kedua yang berlandaskan pada ahli teori yang berperan penting dalam asal usul teori evolusi, yakni kakeknya sendiri, Erasmus Darwin.
Erasmus Darwin dan Lamarc sama-sama hidup di abad kedelapan belas. Sebagai seorang ahli
ilmu fisika, ahli ilmu jiwa, dan penyair, ia diakui sebagai seorang yang memiliki otoritas. Penulis
biografinya, Desmond King-Hele bahkan menyebutnya orang Inggris terbesar di abad kedelapan
belas. Namun Erasmus Darwin memunyai kehidupan pribadi yang sangat gelap.
Erasmus Darwin utamanya dicatat sebagai salah satu naturalis paling terkemuka di Inggris.
Sebagaimana disebutkan di bagian awal, naturalisme adalah pandangan yang tidak menerima bahwa
Tuhanlah yang menciptakan makhluk hidup. Sesungguhnya, pandangan ini, yang dekat dengan
materialisme, adalah titik tolak dari teori evolusi Erasmus Darwin.
Pada tahun 1780-an dan 90-an, Erasmus Darwin mengembangkan kerangka dasar teori evolusi,
yang menyebutkan bahwa semua makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang tunggal secara
kebetulan dan mengikuti hukum-hukum alam. Ia melakukan risetnya di sebuah taman botani seluas
delapan akre yang telah ia siapkan, dan berusaha membuktikan idenya. Dia menjelaskan teorinya pada
dua bukunya, Temple of Nature (Kuil Alam) dan Zoonomia. Lebih jauh lagi, pada tahun 1784 ia
mendirikan sebuah komunitas untuk menyebarkan gagasannya, yang dikenal sebagai Masyarakat
Filosofis.
Bertahun-tahun kemudian, Charles Darwin mewarisi gagasan-gagasan kakeknya dan kerangka
dasar dari pengajuannya tentang teori evolusi. Teori evolusi Charles Darwin dikembangkan dari struktur
yang dikembangkan kakeknya, sementara Masyarakat Filosofis menjadi salah satu pendukung teorinya
yang terbesar dan paling bersemangat. Singkatnya, Erasmus Darwin adalah pelopor sebenarnya dari teori yang kita kenal sebagai teori evolusi yang telah dipropagandakan di seluruh penjuru dunia selama 150 tahun terakhir.
Dari mana Erasmus Darwin mendapatkan gagasan tentang evolusi? Dari mana minatnya akan
subjek ini datang? Setelah pencarian saksama akan jawaban pertanyaan ini, kami menemukan fakta penting bahwa Erasmus Darwin adalah seorang Mason. Namun, ia pun bukan sekadar Mason biasa, ia adalah salah seorang Imam tertinggi di organisasi ini.
Ia adalah Imam dari loge Canongate yang terkenal di Edinburg, Skotlandia.102 Lebih jauh lagi, ia
memiliki hubungan erat dengan kaum Mason Jacobin yang menjadi pengorganisir revolusi di Prancis
saat itu, dan dengan ‘Illuminati’, yang tujuan utamanya adalah membantu pengembangan kebencian
terhadap agama.103 Artinya, Erasmus Darwin adalah nama penting dalam organisasi-organisasi
antiagama di Masonik Eropa.
Erasmus mendidik anaknya Robert (ayah Charles Darwin), yang juga menjadi anggota loge
Masonik. 104 Oleh karena itu, Charles Darwin menerima pewarisan ajaran Masonik dari ayah dan
kakeknya.
Erasmus Darwin berharap anaknya Robert mengembangkan dan menerbitkan teorinya, namun
ternyata cucunya Charles yang meneruskan kegiatan tersebut. Walaupun baru setelah beberapa lama,
karya Erasmus Darwin, Temple of Nature akhirnya direvisi oleh Charles Darwin. Pandangan-pandangan
Darwin tidak memiliki bobot teori ilmiah; namun lebih berupa ungkapan doktrin naturalis yang
memandang alam memiliki daya penciptaan.

KAUM MASON DAN FILOSOFI NATURALIS

Adapun teori seleksi alam yang dianggap sebagai satu kontribusi khusus Darwin, juga semata
merupakan teori yang telah diajukan sebelumnya oleh sejumlah ilmuwan. Namun, para ilmuwan
sebelum era Darwin tidak menjadikan teori seleksi alam sebagai argumen terhadap penciptaan;
sebaliknya, mereka memandangnya sebagai mekanisme yang dirancang oleh sang Pencipta untuk
melindungi spesies dari distorsi yang turun-temurun. Seperti Karl Marx mengambil konsep idealis Hegel
tentang “dialektika”, dan membengkokkannya agar sesuai dengan filosofinya sendiri, begitu pula
Darwin mengambil teori seleksi alam dari ilmuwan kreasionis dan menggunakannya sedemikian rupa
hingga memenuhi gagasan naturalisme.
Oleh karenanya, kontribusi pribadi Darwin dalam formulasi Darwinisme hendaknya tidak
berlebihan. Konsep-konsep filosofis yang ia gunakan ditemukan oleh para filosof naturalisme
sebelumnya. Jika Darwin tidak mengajukan teori evolusi, akan ada orang lain yang melakukannya. Pada
kenyataannya, sebuah teori yang mirip dengan ini diajukan pada periode yang sama oleh ilmuwan
natural Inggris lainnya yang bernama Alfred Russel Wallace; itulah sebabnya Darwin bergegas
menerbitkan Origin of the Species.
Akhirnya, Darwin muncul di panggung ketika perjuangan panjang telah dimulai di Eropa untuk
menghancurkan keimanan akan Tuhan dan agama, menggantinya dengan filosofi naturalis dan sebuah
model humanis untuk kehidupan manusia. Kekuatan yang paling signifikan di balik perjuangan ini
bukanlah pemikir yang ini atau yang itu, melainkan organisasi Masonik, yang memunyai begitu banyak
anggota dari pemikir, ideolog, dan pemimpin politik. Fakta ini diakui dan diungkapkan oleh sejumlah tokoh Kristen masa itu. Paus Leo XIII, pemimpin Katolik dunia, mengeluarkan sebuah dekrit yang terkenal pada tahun 1884, berjudul Humanus Genus di mana ia menyampaikan banyak pernyataan penting tentang Masonry dan aktivitas-aktivitasnya.
Ia menulis: Pada periode ini para pendukung setia setan tampaknya sedang menggabungkan diri, dan
berjuang dengan gelora yang padu, dipimpin atau dibantu oleh asosiasi yang tersebar luas dan
terorganisasi kuat yang disebut Freemason. Tidak lagi merahasiakan tujuan-tujuan mereka, mereka
sekarang sedang bangkit dengan berani melawan Tuhan sendiri.
Karena, dari yang ditunjukkan dengan jelas oleh apa telah kami sebutkan di atas, apa yang
merupakan tujuan utama mereka mendesakkan diri ke depan mata yakni, penggulingan total keseluruhan
tatanan politik dan agama di dunia yang dihasilkan ajaran Kristen, dan penggantian dengan sebuah
tatanan baru sesuai dengan gagasan mereka “di mana pondasi dan hukum akan diambil dari
naturalisme saja.”
Fakta penting yang dinyatakan oleh Leo XIII pada kutipan di atas adalah upaya untuk
menghancurkan sama sekali nilai-nilai moral yang diajarkan oleh agama. Apa yang coba dilakukan oleh
Masonry dengan bantuan Darwinisme adalah menghasilkan masyarakat yang bobrok secara moral dan
tidak mengakui hukum ketuhanan, tidak takut akan Tuhan, dan mudah terbujuk untuk melakukan segala
macam kejahatan. Apa yang dimaksud di atas dengan “sebuah tatanan baru sesuai dengan gagasan
mereka di mana pondasi dan hukum akan diambil dari naturalisme saja” adalah sejenis model sosial.
Kaum Mason, karena menganggap Darwinisme dapat memenuhi tujuan-tujuan mereka, berperan
penting dalam penyebarannya ke tengah massa. Segera setelah teori Darwin diterbitkan, sekelompok
propagandis sukarela terbentuk di sekitarnya; yang paling terkenal adalah Thomas Huxley yang disebut
”bulldog” Darwin. Huxley, “dengan pembelaannya yang berapi-api adalah faktor tunggal yang paling
bertanggung jawab akan penerimaan yang pesat terhadap Darwinisme” menggiring perhatian dunia
kepada teori evolusi pada debat di Museum Universitas Oxford yang dimasukinya pada tanggal 30 Juni
1860 dengan bishop Oxford, Samuel Wilberforce.
Dedikasi Huxley yang luar biasa dalam menyebarkan gagasan evolusi, serta koneksinya yang
kuat, semakin nyata dengan fakta berikut: Huxley adalah anggota Royal Society, salah satu lembaga
ilmiah paling bergengsi di Inggris dan, seperti hampir semua anggota lembaga ini, adalah Mason
senior. Anggota lain Royal Society memberi Darwin dukungan yang signifikan, baik sebelum
maupun sesudah bukunya diterbitkan. Penerimaan masyarakat Masonik ini akan Darwin dan
Darwinisme sampai ke wujud penganugerahan medali Darwin, seperti halnya Hadiah Nobel, setiap
tahun untuk ilmuwan yang dianggap berhak menerimanya.
Pendeknya, Darwin tidak berjalan sendirian; sejak saat teorinya diajukan, dia menerima dukungan
dari kelas-kelas dan kelompok-kelompok sosial yang kalangan intinya adalah kaum Mason. Dalam
bukunya, Marxisme dan Darwinisme, pemikir Marxis Anton Pannekoek menuliskan tentang fakta
penting ini dan menggambarkan dukungan yang diberikan kepada Darwin oleh “kaum borjuis”, yaitu
kelas kapitalis Eropa yang kaya-raya:
Bahwa Marxis meraih posisi penting semata berkat peranannya dalam perjuangan kelas
proletarian, diketahui semua orang…. Namun sulit memahami kenyataan bahwa Darwinisme telah
mengalami pengalaman yang serupa dengan Marxisme. Darwinisme bukan sekadar teori abstrak yang diadopsi oleh dunia ilmiah setelah mendiskusikan dan mengujinya dengan sikap objektif semata. Tidak,
segera setelah Darwinisme menampakkan diri, ia mendapatkan para pembela yang antusias dan
penentang yang berapi-api…. Darwinisme juga memainkan peran dalam perjuangan kelas, dan berkat
peranannya ini ia menyebar begitu pesatnya dan mendapatkan pembela yang antusias dan penentang
yang tajam.
Darwinisme bertindak sebagai sarana bagi kaum borjuis dalam pertarungannya melawan
kelas feodal, melawan para bangsawan, pemegang hak kepasturan, dan tuan-tuan tanah feodal….
Yang diinginkan oleh kaum borjuis adalah menyingkirkan kekuatan lama yang berkuasa yang
menghadang jalan mereka…. Dengan bantuan agama, para pendeta menguasai massa ramai dan siap
menentang tuntutan kaum borjuis….
Ilmu alam menjadi senjata melawan kepercayaan dan tradisi; sains dan hukum-hukum alam yang
baru ditemukan diajukan; dengan senjata-senjata inilah kaum borjuis berjuang….
Darwinisme datang pada saat dibutuhkan; teori Darwin bahwa manusia adalah keturunan dari
hewan yang lebih rendah menghancurkan seluruh landasan dogma Kristen. Karena itulah, segera setelah
Darwinisme menunjukkan diri, kaum borjuis menyambarnya dengan penuh semangat.
Di bawah kondisi-kondisi ini, bahkan diskusi-diskusi ilmiah diselenggarakan dengan semangat
dan gairah pertarungan kelas. Karenanya, tulisan-tulisan yang tampak pro dan kontra terhadap Darwin
berkarakter polemik sosial, walaupun pada kenyataannya membawa nama para penulis ilmiah….
Walaupun Anton Pannekoek, yang berpikir dengan kerangka analisa kelas Marxis, mendefinisikan kekuatan yang menyebarkan Darwinisme dan menciptakan sebuah pertarungan terorganisasi melawan agama sebagai “borjuis”, jika kita kaji masalahnya di bawah terangnya bukti-bukti historis, akan tampak bahwa ada organisasi di dalam kaum borjuis yang memanfaatkan Darwinisme untuk mengusung perang mereka melawan agama. Organisasi itu tak lain tak bukan adalah Masonry.
Fakta ini jelas baik dari bukti historis maupun sumber-sumber Masonik. Salah satu sumber ini
adalah sebuah artikel karya Imam Mason Selami Isindag yang berjudul "Hambatan bagi Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Masonry", yang muncul pada Buletin Tahunan Loge Besar Mason Turki yang
Bebas dan Disetujui pada tahun 1962. Pada awal artikel ini, Isindag mengulangi klaim klasik Masonik
bahwa agama adalah mitos yang diciptakan oleh manusia, dan monoteisme bertentangan dengan logika
dan sains. Selanjutnya, ia menguraikan penghasut sebenarnya dari perang melawan agama yang
dilakukan di bawah kedok “sains”:
Akan teramati bahwa di dalam perjuangan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan ini kaum
Mason dikenal telah berpartisipasi dalam setiap tingkatan. Alasannya adalah karena Masonry di
dalam setiap periode senantiasa dituntun oleh logika, ilmu pengetahuan, dan kedewasaan, artinya, oleh
kebijaksanaan. Sejak berdirinya, ia telah berperang melawan takhyul dan mitos.
Namun faktanya, yang merupakan “takhyul dan mitos” itu bukanlah agama, sebagaimana diklaim
kaum Mason; melainkan landasan dari kepercayaan materialis, naturalis, dan evolusionis yang mereka
dukung. Bukti terjelas dari fakta ini adalah gagasan-gagasan mereka yang ketinggalan zaman,
pengulangan-pengulangan mereka tentang berbagai keyakinan kosong dari peradaban pagan Mesir dan
Yunani, yang telah digugurkan oleh penemuan-penemuan sains modern.
Perbandingan dari fakta-fakta ilmiah yang sesuai dengan asal usul kehidupan dan keyakinan
Masonik tentangnya akan memadai bagi kita untuk menarik kesimpulan akan hal ini.

TEORI MASONIK TENTANG ASAL USUL KEHIDUPAN

Sebagaimana dinyatakan di awal, teori evolusi bersandar pada klaim bahwa makhluk hidup tidak
diciptakan, tetapi muncul dan berkembang karena kebetulan dan hukum-hukum alam. Untuk menguji
teori ini secara ilmiah, perlu diperhatikan setiap tahapan dari proses yang direka ini, dan mengkaji dapat
tidaknya proses semacam itu terjadi di masa lampau dan apakah proses demikian itu mungkin.
Langkah pertama dari proses ini adalah kondisi hipotetis di mana materi tak hidup dapat
memunculkan organisme hidup.
Sebelum mengamati kondisi ini, kita harus mengingat hukum yang telah diakui di dalam biologi
sejak masa Pasteur: “Kehidupan berasal dari kehidupan”. Artinya, organisme hidup hanya dapat
dimunculkan dari organisme hidup lainnya. Misalnya, mamalia lahir dari induknya. Spesies-spesies
hewan lainnya menetas dari telur yang dierami induknya. Tumbuhan berkembang dari biji. Organisme
bersel tunggal seperti bakteri membelah diri dan berkembang biak.
Tidak pernah sekali pun terjadi sebaliknya. Sepanjang sejarah dunia, tidak seorang pun pernah
menyaksikan materi tak hidup melahirkan makhluk hidup. Tentu saja, ada sebagian dari mereka yang
hidup di Mesir dan Yunani Kuno, serta pada Abad Pertengahan yang mengira telah mengamati hasil
seperti itu: orang Mesir percaya bahwa katak melompat keluar dari lumpur Nil, kepercayaan yang juga
didukung oleh para filsuf Yunani Kuno seperti Aristoteles. Di Abad Pertengahan, diyakini bahwa tikus
lahir dari gandum di lumbung. Namun, semua keyakinan ini terbukti sebagai hasil dari kebodohan, dan
akhirnya, dalam percobaannya yang terkenal di tahun 1860, Pasteur membuktikan bahwa bahkan
bakteri, bentuk kehidupan yang paling dasar, tidak muncul tanpa pendahulu, artinya, mustahil benda tak
bernyawa menghasilkan kehidupan.
Namun, teori evolusi tergantung pada kemustahilan ini karena klaimnya bahwa makhluk-makhluk hidup lahir dan berkembang tanpa keterlibatan sebentuk pencipta, dan ini mensyaratkan bahwa pada tahap-tahap awal skenario rekaan ini, makhluk hidup muncul dari kebetulan.
Darwin berusaha menjelaskan asal usul kehidupan, yang hanya sedikit diketahuinya, dalam
sebuah kalimat pendek, di mana ia menyatakan bahwa kehidupan pertama kali mestilah berupa
“semacam kolam kecil yang hangat”, namun para evolusionis setelahnya merasa khawatir untuk
memperdalam masalah ini. Walau demikian, berbagai upaya yang dilakukan sepanjang abad kedua
puluh untuk memberikan penjelasan evolusionis tentang asal usul kehidupan hanya kian memperdalam
kebuntuan yang menjebak para evolusionis. Selain tidak mampu memberikan bukti ilmiah sedikit pun
bahwa kehidupan dapat bermula dari materi tak hidup, para evolusionis juga tidak mampu memberikan
satu pun penjelasan teoretis. Ini karena struktur organisme hidup bersel tunggal yang paling dasar pun
teramat kompleks. Secara matematis bahkan mustahil bahwa unsur pokok sel protein, DNA atau RNA
dapat muncul secara kebetulan, apalagi sel itu sendiri. Fakta tentang mustahilnya kehidupan muncul melalui peristiwa kebetulan sendiri membuktikan adanya rancangan, dan ini pada gilirannya membuktikan fakta penciptaan. Tentang masalah ini, ahli astronomi dan matematika terkenal dari Inggris, Fred Hoyle, berkomentar:
Tentu saja, teori semacam itu (bahwa kehidupan disusun oleh sebentuk kecerdasan) begitu
jelas sehingga siapa pun akan bertanya-tanya mengapa tidak diterima sebagai terbukti dengan
sendirinya. Alasannya lebih bersifat psikologis daripada ilmiah.
“Alasan psikologis” yang disebutkan Hoyle ini adalah watak para evolusionis, di mana mereka
berkeras menolak sejak awal, setiap hasil yang akan membuat mereka menerima keberadaan Tuhan dan
mengondisikan diri mereka dengan ini.
Pada buku lain yang berfokus pada ketidaksahihan teori evolusi, kami mengutip banyak
pengakuan para evolusionis tentang fakta ini dan mengkaji hipotesis tidak masuk akal yang diajukan
para evolusionis secara membuta semata untuk menolak keberadaan Tuhan. Namun pada titik ini, kita
akan memfokuskan perhatian kepada loge Masonik untuk memahami pandangan mereka akan hal ini.
Walau demikian jelas bahwa “kehidupan diciptakan oleh Pencipta yang cerdas”, bagaimana pendapat para Mason? Imam Mason, Selami Isindag, dalam bukunya yang ditujukan untuk kalangan Mason berjudul Evrim Yolu (Jalan Evolusi) menjelaskan sebagai berikut:
Karakteristik terpenting dari ajaran moralitas kita adalah tidak memisahkan diri dari prinsip prinsip logika dan tidak memasuki teisme (ketuhanan), makna-makna rahasia, atau dogma yang tidak
diketahui. Dengan landasan ini kita menegaskan bahwa penampakan kehidupan pertama bermula di
dalam kristal-kristal pada kondisi-kondisi yang tidak dapat kita ketahui atau temukan saat ini. Makhluk
hidup lahir sesuai dengan hukum evolusi dan perlahan-lahan menyebar di seluruh dunia. Sebagai hasil
dari evolusi, manusia sekarang ini muncul dan berkembang melampaui hewan baik dalam kesadaran
maupun kecerdasan.
Penting kita perhatikan hubungan sebab akibat yang diajukan dalam kutipan di atas: Isindag
menekankan bahwa karakteristik Masonry yang terpenting adalah menolak teisme, yakni kepercayaan
akan Tuhan. Dan segera setelahnya, dia mengklaim “berlandaskan ini” bahwa kehidupan muncul secara
spontan dari materi tak hidup, dan kemudian mengalami evolusi yang menghasilkan kemunculan
manusia.
Kita akan amati bahwa Isindag tidak mengajukan bukti ilmiah apa pun untuk mendukung teori
evolusi. (Fakta tiadanya bukti ilmiah diisyaratkan dengan kata-kata tumpul bahwa ini adalah fakta “yang
tidak dapat kita ketahui atau temukan saat ini”). Satu-satunya penyokong yang diberikan Isindag untuk
teori evolusi adalah penolakan Masonik akan teisme.
Dengan kata lain, kaum Mason adalah evolusionis karena mereka tidak mengakui keberadaan
Tuhan. Inilah satu-satunya alasan mereka menjadi evolusionis.
Di dalam konstitusi “Konsili Agung Turki” yang diselenggarakan oleh Mason Turki tingkat ke-
33, skenario evolusionis sekali lagi disebutkan, dan penolakan kaum Mason akan penjelasan kreasionis
terungkap dalam kata-kata berikut ini:
Pada masa yang amat awal dan sesuai dengan proses inorganik, kehidupan organik muncul.
Untuk menghasilkan organisme seluler, sel-sel berkumpul. Kemudian, kecerdasan melesat maju dan
lahirlah manusia. Tapi dari mana? Kita terus bertanya-tanya. Apakah ia berasal dari tiupan nafas Tuhan kepada lumpur tak berbentuk? Kita menolak penjelasan dari bentuk penciptaan yang abnormal;
bentuk penciptaan yang memisahkan manusia. Karena kehidupan dan silsilahnya ada, kita harus
mengikuti jalur filogenetis dan merasakan, memahami dan mengakui bahwa ada sebuah roda yang
menjelasan perilaku luar biasa ini, yakni aksi “lompatan”. Kita harus meyakini bahwa terdapat sebuah
tahapan perkembangan dengan serbuan besar aktivitas yang menyebabkan kehidupan berlanjut pada
sebuah momen tertentu dari tahapan itu ke tahapan lainnya.
Di sini sangat mungkin kita mengenali fanatisme Masonik. Ketika menyebutkan bahwa mereka
“menolak bentuk penciptaan yang mengecualikan manusia”, penulis mengulangi dogma dasar
humanisme, bahwa “manusia adalah makhluk tertinggi yang ada,” dan mengumumkan bahwa kaum
Mason menolak penjelasan selain itu. Ketika menyebutkan, “bentuk penciptaan yang tidak normal”,
yang ia maksud adalah turut campur Tuhan dalam penciptaan makhluk hidup, dengan menolak
kemungkinan ini secara apriori. (Namun, yang sesungguhnya tidak normal adalah bagaimana kaum
Mason menerima, tanpa observasi maupun eksperimen, keyakinan tidak masuk akal bahwa materi tidak
hidup menjadi hidup secara kebetulan dan membentuk kehidupan di muka bumi, termasuk manusia.)
Akan tampak bahwa dalam penjelasan Masonik tidak ada lontaran berupa bukti ilmiah. Kaum Mason
tidak berkata, “Ada bukti evolusi dan karenanya kami menolak penciptaan.” Mereka semata dibutakan
oleh fantisme filosofis.
Publikasi-publikasi Masonik berkeras dengan pendirian ini. Master Mason Selami Isindag
mengklaim bahwa, “Selain alam tidak ada kekuatan lain yang membimbing kita, dan bertanggung
jawab atas pemikiran dan tindakan kita.” Dia segera melanjutkan, “kehidupan berawal dari satu
sel dan mencapai tahapannya saat ini sebagai hasil dari berbagai perubahan dan evolusi.”
Selanjutnya dia menyimpulkan apa arti teori evolusi bagi kaum Mason:
Dari sudut pandang evolusi, manusia tidak berbeda dengan binatang. Dalam pembentukan
manusia dan evolusinya tidak ada kekuatan khusus selain dari yang berlaku pada binatang.
Penegasan ini menunjukkan dengan jelas mengapa kaum Mason menganggap teori evolusi begitu
penting. Tujuan mereka adalah untuk mempertahankan gagasan bahwa manusia tidak diciptakan dan
untuk menunjukkan kebenaran filosofi materialis humanis mereka sendiri.
Jadi, dengan alasan inilah kaum Mason, hingga tingkat apa pun, memercayai teori evolusi dan
berusaha menyebarkannya ke seluruh masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa kaum Mason, yang tak henti-hentinya menuduh mereka yang
memercayai Tuhan sebagai dogmatis, justru bersikap dogmatis.

http://www.harunyahya.com

Leave a Reply